Thursday, January 28, 2016

Subhannah Kisah Seorang Gelandangan Madinah yanng Menikah dengan Putri Bangsawan

Dalam penampilan fisik, tak ada yang menarik dari salah seorang sahabat Nabi yang bernama Julaibib. Memiliki tubuh yang kecil, wajah yang tidak tampan, bahkan kulitnya pun hitam legam, serta memiliki penampilan yang lusuh. Julaibib bahkan tak mengenal siapa ayah ibunya. Mungkin orang tuanya malu memiliki anak seperti jualibib, lalu membuangnya. Sebenarnya Ia sering luntang-lantung di Yasrib (Madinah) seperti gelandangan.

Julaibib merupakan julukan untuknya yang berarti "orang yang berjubah sangat kecil". Julaibib termasuk diantara sahabat Rasulullah yang saleh. Dia selalu berada di shaf terdepan saat shalat maupun berada di medan jihad.

Pada suatu saat, Rasulullah SAW menyapanya. "Apakah kau tidak ingin menikah, wahai Julaibib?" tanya Rasul kepada Jualaib. Julaibib pun sadar diri. Dia berpikir siapa wanita yang mau menikah dengan seorang gelandangan lagi buruk seperti dirinya? Namun Rasulullah SAW sungguh-sungguh dengan ucapannya. Rasulullah SAW menggulang pertanyaannya sebanyak tiga kali. Tapi tetap di tepis oleh Julaibib.

Pada pertanyaan ketiga Rasulullah, Rasulullah SAW bertekad akan menikahkan Julaibib. Beliau SAW tak hanya bersekedar bertanya, tapi langsung mengapit lengan Julaibib dan mengajak untuk menemui dan melamar seorang gadis. Dan yang tak diduga - duga Rasulullah menuju rumah salah seorang pemimpin kaum Anshar yang sangat kaya.

Rasulullah berkata "Aku ingin menikahkan putri kalian," kepada salah seorang pemimpin Anshar tersebut. Sang tuan rumah mengira, Rasulullah SAW lah yang akan menjadi menantu mereka. Dengan wajah bahagia, mereka menyambut Beliau SAW dengan suka cita.

"Bukan untukku. Ku pinang putri kalian untuk Julaibib," timpal Rasulullah SAW. Ayah dari gadis itu langsung terpekik. Bahkan Julaibib sendiri pun merasa sangat tidak percaya diri dengan yang dikatakan Rasulullah. Sedemikian nekat kah Rasulullah ingin memperistrikan dirinya yang buruk rupa itu dengan putri seorang bangsawan?

Maka diberitahukanlah lamaran dari Julaibib itu kepada si gadis. "Apakah ayah dan ibu hendak menolak permintaan Rasulullah SAW? Demi Allah, kirim aku padanya. Jika Rasulullah SAW yang meminta, maka pasti beliau tidak akan membawa kehancuran dan kerugian bagiku." tegas si gadis yang shalehah.

Si Gadis tersebut kemudian membacakan ayat, "Dan tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS al-Ahzab: 36).

Akhirnya tanpa diduga duga menikahlah Julaibib yang miskin, buruk rupa dengan gadis shalehah dari kalangan seorang bangsawan. Inilah yang difahami oleh Mazhab Maliki, bahwa defenisi kufu' (keharusan kesetaraan antara suami istri) bukanlah soal materi, kedudukan, dan harta benda. Melainkan kufu' ketaqwaan dan kesalehan keduanya.

Kisah ini mengajarkan para sahabat ketika itu dan umat Nabi Muhammad SAW, bahwa di mata Allah SWT semua manusia sama. Yang membedakan derjat mereka hanyalah ketaqwaan saja. Sabda Beliau SAW, "Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan fisik kalian. Allah hanya melihat hati dan amal perbuatan kalian." (HR Muslim).